Asas “Litis Finiri Oported” atau asas “Suatu Perkara Harus Ada
Akhir” menjadi bagian dalam penegakan hukum di Indonesia.
Suatu perkara (permasalahan hukum yang harus diselesaikan) dinyatakan berakhir
apabila tidak terdapat lagi “upaya hukum biasa” dan “upaya hukum luar biasa”.
Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor
45/PUU-XIII/2015, disebutkan bahwa: memang benar di dalam ilmu hukum terdapat
asas litis finiri oportet, yakni
setiap perkara harus ada akhirnya. Namun, menurut Mahkamah Konstitusi, hal itu
berkaitan dengan kepastian hukum, sedangkan untuk keadilan dalam perkara pidana
asas tersebut tidak secara rigid (kaku) dapat diterapkan karena hanya dengan
membolehkan peninjauan kembali satu kali, terlebih lagi manakala ditemukan
adanya keadaaan baru (novum). Hal itu justru bertentangan dengan asas keadilan yang
begitu dijunjung tinggi oleh kekuasaan kehakiman Indonesia untuk menegakkan
hukum dan keadilan (Lihat: Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945) serta sebagai konsekuensi dari asas negara
hukum.