Pengumuman

Ajukan Pertanyaan via WhatsApp: +62-813-1971-1721 Apabila Komentar Anda Belum Memperoleh Tanggapan | Miliki Sekarang Juga: Buku-buku Karangan Duwi Handoko | Don't Forget to Like, Comment, Share, and Subscribe to: Duwi Handoko Channel
Tampilkan postingan dengan label Asas Hukum Acara Perdata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Asas Hukum Acara Perdata. Tampilkan semua postingan

Sabtu, Oktober 01, 2016

Asas Wo Kein Klager ist; ist Kein Richter – Kalau Tidak Ada Tuntutan Hak, Maka Tidak Ada Peradilan - by Susi Susanti

Asas Wo Kein Klager ist; ist Kein Richter – Kalau Tidak Ada Tuntutan Hak, Maka Tidak Ada Peradilan - by Susi SusantiSyarat mutlak untuk berperkara di depan Pengadilan (untuk perkara perdata, pen) adalah harus ada unsur sengketa antara kedua belah pihak berperkara. Dengan kata lain suatu perkara harus mengandung sengketa, sebab dalam hukum acara perdata ”ada sengketa ada perkara (gen blang gen actie)”. Adigium lain menyebutkan ”kalau tidak ada tuntutan hak, maka tidak ada peradilan (wo kein klager ist, ist kein richter)” sebagaimana maksud Pasal 283 R.Bg (Selengkapnya lihat: Putusan Pengadilan Tinggi Agama Medan Nomor 39/Pdt.G/2015/PTA.Mdn, hlm. 2).


Dalam asas-asas Hukum Acara Perdata, salah satunya adalah hakim bersifat menunggu, artinya inisiatif untuk mengajukan tuntutan atau gugatan adalah hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan, demikian pameo yang tidak asing lagi (wo kein klager ist, ist kein richter, nemo judex sine actore). Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Agung Nomor 1399 K/Pdt/2012, hlm. 12.


Menurut Moh. Taufik Makarao, dalam bukunya "Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata" (hal. 8), dalam hukum acara perdata inisiatif ada pada Penggugat, maka Penggugat mempunyai pengaruh yang besar terhadap jalannya perkara, setelah berperkara diajukan, ia dalam batas-batas tertentu dapat mengubah atau mencabut kembali gugatannya. (lihat Putusan Mahkamah Agung tertanggal 28 Oktober 1970 Nomor 546 K/Sip/1970, termuat dalam Yurisprudensi Indonesia, diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, penerbitan 1971, halaman 374-red). Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Agung Nomor 1372 K/Pdt/2013, hlm. 9.


Masih menurut Makarao, apakah akan ada proses atau tidak, apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu akan diajukan atau tidak, sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan. Kalau tidak ada tuntutan hak atau penuntutan, maka tidak ada Hakim (wo kein klager ist, ist kein richter; nemo judex sine actore). Jadi tuntutan hak yang mengajukan adalah pihak yang berkepentingan, sedang Hakim bersikap menunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya (judex ne procedat ex officio). Termasuk dalam menentukan siapa yang akan digugat, tentu Penggugat tahu siapa yang "dirasa" telah melanggar haknya dan merugikan dirinya. Dengan demikian, Penggugat dapat memilih siapa yang akan dijadikan Tergugat dengan mencantumkannya dalam surat gugatan (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Agung Nomor 1372 K/Pdt/2013, hlm. 10).



Lihat Asas-asas Lainnya: