Berikut ini adalah nama para mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Persada Bunda yang telah menyelesaikan tugas dalam bentuk asas hukum pidana yang dipublikasikan dalam lingkup Asas Hukum Pidana Kloter Kedua.
21
1874201185
ERVINA
2
1874201017
FEBI HASTA MIRANDA
11
1874201160
HANNA SEPTY MUSTARY
34
1874201169
ADEK FURWANTO
12
1874201164
RAHMIATI
28
1874201057
SYURFANAIDI
18
1874201183
JULISON S.
25
SUHARTONO
26
HALGUSTAR
7
1874201095
SATRIA WAHYU MAULANA
5
1874201044
ROMADANI
16
1874201153
HEFLER HUTASOIT
3
1874201020
EFRIYANTO SAPUTRA
17
1874201077
AGUS SAPUTRA
31
PRAYOGI
4
1874201040
BUDI YUWONO
Asas dari mahasiswa atas nama Ardhia Garini belum diinput ke sistem penilaian.
Asas yang menarik menurut editor dalam Kloter 2 ini adalah Asas dari mahasiswa atas nama Suhartono, yaitu "Jika Kamu Ingin Menang; Bersiaplah untuk Perang."
Asas terkait dengan tindak pidana secara khusus atau asas hukum pidana secara umum dalam bentuk gambar berdasarkan pengumpulan tugas mahasiswa STIH Persada Bunda | DHC2019 OS.
Asas-asas Hukum Pidana dan Hukum Penitensier di Indonesia
💰 Harga: Rp 50.000
📄 Format: eBook PDF (dikirim via email)
🔐 Keamanan: Dilengkapi watermark identitas pembeli
Deskripsi:
Buku ini merekomendasikan reformasi hukum pidana Indonesia, dengan mengadopsi sistem hukum pidana Islam, kodifikasi delik, tafsir istilah yang tegas, perluasan delik aduan, dan mempertahankan pidana mati serta larangan pemidanaan ganda.
⚠️ PERINGATAN UNTUK PEMBELI
Setiap file eBook dipersonalisasi dengan watermark berisi nama, email, tanggal pembelian, dan ID order Anda.
Dilarang keras:
❌ Menggandakan, menyebarluaskan, atau menjual ulang eBook ini.
❌ Menghapus atau memodifikasi watermark.
❌ Membagikan file, link download, atau tangkapan layar isi eBook.
❌ Menyalin isi eBook untuk tujuan komersial tanpa izin dari Penerbit Hawa dan AHWA.
Pelanggaran akan dikenakan sanksi pidana dan/atau perdata sesuai:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik beserta perubahannya.
✅ DIPERBOLEHKAN
✅ Digunakan untuk kepentingan pribadi, studi, dan penelitian.
✅ Disimpan di maksimal 3 perangkat pribadi.
✅ Dikutip dengan menyebut sumber untuk karya tulis ilmiah.
✅ Dicetak untuk penggunaan pribadi (tidak untuk dijual).
📌 Tentang Watermark eBook
Watermark adalah bagian dari perlindungan hak cipta dan keamanan digital, yang muncul di:
✓ Halaman pertama
✓ Footer setiap halaman
✓ Metadata file PDF
✓ Teks transparan diagonal (opsional)
Format watermark dalam file:
File ini diterbitkan khusus untuk:
Nama : [Nama Pembeli]
Email : [Email Pembeli]
Tanggal : [dd-mm-yyyy]
Order ID: #INV-xxxxx
🛡️ Bantu Lindungi Karya dari Penerbit Hawa dan AHWA
Jika Anda menemukan eBook terbitan Penerbit Hawa dan AHWA dari sumber tidak resmi,
mohon bantu kami dengan melaporkannya melalui: WhatsApp
Asas-asas Hukum Pidana dan Hukum Penitensier di Indonesia - Hawa dan AHWA
Rekomendasi yang dituangkan di dalam buku ini adalah:
Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang mengadopsi sistem hukum pidana Islam. Hal ini sangat penting karena balasan terhadap suatu kejahatan sudah seharusnya mengacu pada ketetapan ilahi.
Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang menghimpun semua perbuatan jahat dalam satu kitab undang-undang. Menurut Duwi Handoko dalam bukunya yang berjudul Dekriminalisasi terhadap Delik-delik dalam KUHP, hlm. 247, menyebutkan bahwa saat ini terdapat beberapa delik di dalam KUHP yang sudah tidak berlaku lagi dalam rangka penegakan hukum pidana di Indonesia, yaitu perbuatan korupsi, penghinaan dengan sengaja terhadap presiden atau wakil presiden, perdagangan wanita, laki-laki yang belum dewasa, perniagaan budak, penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, serta salah satu unsur perbuatan pada Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP.
Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang memberikan tafsiran yang jelas dan tegas terhadap semua peristilahan yang digunakan dalam rangka penegakan hukum pidana. Selain itu, sudah seharusnya semua perbuatan jahat dinyatakan sebagai kejahatan, bukan seperti saat ini, yaitu sebagian dinyatakan sebagai kejahatan dan sebagian lainnya dinyatakan sebagai pelanggaran.
Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang menambah bentuk-bentuk delik yang dinyatakan sebagai delik aduan (klacht delict). Hal ini sangat penting karena negara tidak seharusnya terlibat apabila korban tidak menghendaki adanya pemidanaan terhadap penjahat.
Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang tetap mempertahankan pidana mati sebagai bagian dari pemidanaan dalam sistem hukum di Indonesia. Hal ini sangat penting karena pidana mati adalah salah satu cara ampuh untuk memberikan efek jera dan melenyapkan “bibit-bibit” jahat yang sudah jauh melenceng dari yang ditetapkan-Nya.
Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang tetap mempertahankan pola pemidanaan berupa tetap menjatuhkan pemidanaan terhadap orang yang mencoba melakukan kejahatan.
Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang menemukan solusi guna menghapus praktik sistem “pemidanaan kredit”. Hal ini sangat penting karena apabila suatu perbuatan memenuhi lebih dari satu aturan pidana, maka hanya dikenakan satu aturan pidana yang memuat ancaman pidana paling berat dan terhadap perkara-perkara tersebut diadili sekaligus oleh pengadilan.
Ingin contoh gratis buku Dekriminalisasi terhadap Delik-delik dalam KUHP karangan Duwi Handoko, S.H., M.H.? Silakan akses di GooglePlay. Atau hubungi: +62-813-1971-1721.
Judul Buku: Asas-asas Hukum Pidana dan Hukum Penitensier di Indonesia: (Dilengkapi dengan Evaluasi Pembelajaran dalam Bentuk Teka-Teki Silang Hukum dan Disertai dengan Humor dalam Lingkup Ilmu dan Pengetahuan tentang Hukum)
Penulis: Duwi Handoko, S.H., M.H. Ukuran: 21 x 26 cm Tebal: 246 halaman (xxii + 224 hlm)
Evaluasi 2 Hukum Pidana bertujuan untuk lebih menambah daya ingat mahasiswa terhadap istilah-istilah dan hal-hal lainnya yang terkait dalam lingkup Asas-asas Hukum Pidana yang tersirat di dalam Bab I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tujuan tersebut dikonsep sedemikian rupa dalam bentuk teka-teki silang hukum. Untuk lebih jelasnya, silahkan mengunjungi laman: https://doehandclassroom.blogspot.co.id/2016/10/second-evaluation-of-criminal-law.html.
Setiap mahasiswa yang telah menyelesaikan isian teka-teki silang tersebut, diharapkan melakukan screenshot yang selanjutnya screenshot tersebut dikirimkan ke akun media sosial dosen, seperti WhatsApp atau BBM.
Tugas Tambahan:
Buatlah contoh kasus (diutamakan yang sudah berpengalaman pernah diputus oleh pengadilan) minimal dari lima asas Hukum Pidana yang tersirat dalam Bab I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Contoh kasus tersebut dibuat pada kertas selembar (boleh diketik atau ditulis secara manual) dan dikumpulkan setiap ada perkuliahan. Tidak diperkenankan contoh dari kelima asas tersebut dibuat oleh lebih dari satu mahasiswa. Atau dengan kata lain, setiap mahasiswa membuat contoh dari asas yang berbeda. Setiap ada kesamaan contoh, mahasiswa yang terakhir mengirimkan screenshot yang harus mengganti asasnya. Seperti biasa, tidak ada kewajiban dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas ini.
Asas legalitas di dalam Hukum Pidana atau Hukum
Pidana Materiil diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (selanjutnya disebut KUHP). Pada pasal tersebut, dinyatakan bahwa:
“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana
yang telah ada” (Terjemahan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diperoleh dari Situs Resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia,
dengan alamat: http://jdih.mahkamahagung.go.id/v2/beranda/database/4.-Hukum-Acara/Kitab-Undang-Undang-Hukum/,
diakses pada tanggal 26 Mei 2015). Selanjutnya,
pada Pasal 1 ayat (2) KUHP, diatur ketentuan mengenai asas retroaktif. Pada
pasal tersebut, disebutkan bahwa bilamana
ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa
diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya
((Terjemahan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diperoleh dari Situs Resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia,
dengan alamat: http://jdih.mahkamahagung.go.id/v2/beranda/database/4.-Hukum-Acara/Kitab-Undang-Undang-Hukum/,
diakses pada tanggal 26 Mei 2015).
Asas yang pokok dalam
hukum pidana Indonesia, adalah asas legalitas [Pasal 1 ayat (1) KUHP] dan asas
retroaktif atau asas berlaku surut [Pasal 1 ayat (2) KUHP]. Pasal 1 ayat (1)
KUHP mengatur tentang tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum
perbuatan dilakukan. Sedangkan Pasal 1 ayat (2) KUHP mengatur tentang jika
sesudah perbuatan yang dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan maka
dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa/terpidana (Lihat Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-VI/2008,
hlm. 33).
Menurut Harun Alrasid,
dengan merujuk pada ruh yang terkandung dalam Pasal 1 ayat (1) Wetboek van
Straftrecht yang merupakan asas yang bersifat universal, tidak ada
penafsiran lain kecuali bahwa asas non-retroaktif adalah sesuatu yang bersifat
mutlak (Lihat: Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 013/PUU-I/2003, hlm. 42). Menurut Andi Hamzah, prinsip
non-retroaktif bukan hanya berlaku dalam hukum pidana materiil tetapi juga
dalam hukum pidana formil. Asas non-retroaktif adalah berlaku universal, hanya
pernah diterobos oleh PBB untuk kejahatan-kejahatan yang tergolong extra
ordinary crimes, sementara korupsi, tidak tergolong ke dalam kejahatan
demikian, karena korupsi itu banyak macamnya, mulai dari kecil sampai dengan
yang besar sekali (Lihat: Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 069/PUU-II/2004, hlm. 68).
Berdasarkan Pasal 4 KUHP, diatur tentang asas nasional pasif dan asas universal. Pada Pasal tersebut disebutkan bahwa “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108, dan 131;
Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia;
Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu; dan
Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.”
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) KUHP, dinyatakan bahwa “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan: 1). salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. 2). salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.”
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) KUHP, dinyatakan bahwa “Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.” Contoh kasus penerapan Pasal 5 KUHP dalam praktik peradilan di Indonesia, disajikan di bawah ini.
Ada dua kekeliruan nyata yang fatal dari Hakim yang berpendapat bahwa terhadap obyek perkara a quo dapat diberlakukan Hukum Pidana Indonesia, yaitu (Putusan Mahkamah Agung Nomor 87 PK/Pid/2013, hlm. 31-32):
Menunjuk pada asas pemberlakuan hukum pidana Indonesia sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP, maka Hakim Praperadilan telah salah dalam menggunakan keterangan ahli, Ahli Prof. Dr. Edward Omar Syarif Hieriej, S.H., M.Hum" mengenai teori akibat/materiil, yaitu yang memberikan keterangan bahwa hukum Indonesia memiliki yurisdiksi atas dugaan tindak pidana yang terjadi di luar negeri (Hongkong atau Singapura), sepanjang menimbulkan akibat dampak kerugian bagi Warga Negara Indonesia atau perusahaan vang didirikan menurut hukum dan berkedudukan di Indonesia. Sedangkan faktanya pihak Pelapor/Termohon PK yang mengaku sebagai korban adalah Toh Keng Siong warga negara Singapura dan Apperchance perusahaan Hongkong bermodal/ber-asset HK$ 2 (dua dollar Hongkong) yang beralamat menumpang, dan tidak mempunyai aktifitas usaha dan tidak mempunyai karyawan.
Pendapat Ahli tersebut di atas adalah sekitar mengenai doktrin/teori berlakunya hukum pidana Indonesia di luar batas wilayah hukum Indonesia akan tetapi penerapannya harus tetap dilandaskan ketentuan perundang- undangan pidana yang berlaku (hukum positif) asas nasional aktif (vide pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP). Tanpa ketentuan Pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP maka penuntutan dan peradilan terhadap perkara a quo batal demi hukum (van rechtwege nieteg).
Berdasarkan Pasal 6 KUHP, disebutkan bahwa “Berlakunya pasal 5 ayat (1) butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.”