Pengumuman

Ajukan Pertanyaan via WhatsApp: +62-813-1971-1721 Apabila Komentar Anda Belum Memperoleh Tanggapan | Miliki Sekarang Juga: Buku-buku Karangan Duwi Handoko | Don't Forget to Like, Comment, Share, and Subscribe to: Duwi Handoko Channel
Tampilkan postingan dengan label Asas Hukum Pidana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Asas Hukum Pidana. Tampilkan semua postingan

Minggu, November 24, 2019

Asas Hukum Pidana Kloter Kedua

Berikut ini adalah nama para mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Persada Bunda yang telah menyelesaikan tugas dalam bentuk asas hukum pidana yang dipublikasikan dalam lingkup Asas Hukum Pidana Kloter Kedua.


211874201185ERVINA

21874201017FEBI HASTA MIRANDA

111874201160HANNA SEPTY MUSTARY

341874201169ADEK FURWANTO

121874201164RAHMIATI

281874201057SYURFANAIDI

181874201183JULISON S.

25SUHARTONO

26HALGUSTAR

71874201095SATRIA WAHYU MAULANA

51874201044ROMADANI

161874201153HEFLER HUTASOIT

31874201020EFRIYANTO SAPUTRA

171874201077AGUS SAPUTRA

31PRAYOGI

41874201040BUDI YUWONO

Asas dari mahasiswa atas nama Ardhia Garini belum diinput ke sistem penilaian.

Asas yang menarik menurut editor dalam Kloter 2 ini adalah Asas dari mahasiswa atas nama Suhartono, yaitu "Jika Kamu Ingin Menang; Bersiaplah untuk Perang."


Oleh Doe, 24 Nopember 2019.





















Rabu, Oktober 09, 2019

Asas Hukum Pidana - DHC2019 OS

Asas terkait dengan tindak pidana secara khusus atau asas hukum pidana secara umum dalam bentuk gambar berdasarkan pengumpulan tugas mahasiswa STIH Persada Bunda | DHC2019 OS.













Pertama kali diterbitkan tanggal 9 Oktober 2019.


Selasa, November 13, 2018

Jadilah Bagian dari Pembeli Buku A2HP2

Asas-asas Hukum Pidana dan Hukum Penitensier di Indonesia - Hawa dan AHWA




Rekomendasi yang dituangkan di dalam buku ini adalah:
  1. Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang mengadopsi sistem hukum pidana Islam. Hal ini sangat penting karena balasan terhadap suatu kejahatan sudah seharusnya mengacu pada ketetapan ilahi. 
  2. Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang menghimpun semua perbuatan jahat dalam satu kitab undang-undang. Menurut Duwi Handoko dalam bukunya yang berjudul Dekriminalisasi terhadap Delik-delik dalam KUHP, hlm, 247, menyebutkan bahwa pada saat ini terdapat beberapa delik di dalam KUHP yang sudah tidak berlaku lagi dalam rangka penegakan Hukum Pidana di Indonesia, yaitu perbuatan korupsi, penghinaan dengan sengaja terhadap presiden atau wakil presiden, perdagangan wanita, laki-laki yang belum dewasa, dan perniagaan budak, penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, serta salah satu unsur perbuatan pada Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP. 
  3. Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang memberikan tafsiran yang jelas dan tegas terhadap semua peristilahan yang digunakan dalam rangka penegakan hukum pidana. Selain itu, sudah seharusnya semua perbuatan jahat dinyatakan sebagai kejahatan, bukan seperti saat ini, yaitu sebagian dinyatakan sebagai kejahatan dan sebagian lainnya dinyatakan sebagai pelanggaran. 
  4. Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang menambah bentuk-bentuk delik yang dinyatakan sebagai delik aduan (klacht delict). Hal ini sangat penting karena negara tidak seharusnya terlibat apabila korban tidak menghendaki adanya pemidanaan terhadap penjahat. 
  5. Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang tetap mempertahankan pidana mati sebagai bagian dari pemidanaan dalam sistem hukum di Indonesia. Hal ini sangat penting karena pidana mati adalah salah satu cara ampuh untuk memberikan efek jera dan melenyapkan “bibit-bibit” jahat yang sudah jauh melenceng dari yang ditetapkan-Nya. 
  6. Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang tetap mempertahankan pola pemidanaan berupa tetap menjatuhkan pemidanaan terhadap orang yang mencoba melakukan kejahatan. 
  7. Hendaknya pembentuk kebijakan hukum pidana di Indonesia pada masa yang akan datang menemukan solusi guna menghapus praktik sistem “pemidanaan kredit”. Hal ini sangat penting karena apabila suatu perbuatan memenuhi lebih dari satu aturan pidana, maka hanya dikenakan satu aturan pidana yang memuat ancaman pidana paling berat dan terhadap perkara-perkara tersebut diadili sekaligus oleh pengadilan.

Ingin contoh gratis buku Dekriminalisasi terhadap Delik-delik dalam KUHP karangan Duwi Handoko, S.H., M.H.? Silahkan akses di GooglePlay. Atau hubungi: +62-813-1971-1721. 



Judul Buku: Asas-asas Hukum Pidana dan Hukum Penitensier di Indonesia: (Dilengkapi dengan Evaluasi Pembelajaran dalam Bentuk Teka-Teki Silang Hukum dan Disertai dengan Humor dalam Lingkup Ilmu dan Pengetahuan tentang Hukum)
Penulis: Duwi Handoko, S.H., M.H.
Ukuran: 21 x 26 cm
Tebal: 246 halaman (xxii + 224 hlm)
Harga: Rp.150.000,00


ISBN:978-602-50009-2-8





Senin, Oktober 17, 2016

Evaluasi 2 Hukum Pidana

Evaluasi 2 Hukum Pidana bertujuan untuk lebih menambah daya ingat mahasiswa terhadap istilah-istilah dan hal-hal lainnya yang terkait dalam lingkup Asas-asas Hukum Pidana yang tersirat di dalam Bab I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tujuan tersebut dikonsep sedemikian rupa dalam bentuk teka-teki silang hukum. Untuk lebih jelasnya, silahkan mengunjungi laman: https://doehandclassroom.blogspot.co.id/2016/10/second-evaluation-of-criminal-law.html.

Setiap mahasiswa yang telah menyelesaikan isian teka-teki silang tersebut, diharapkan melakukan screenshot yang selanjutnya screenshot tersebut dikirimkan ke akun media sosial dosen, seperti WhatsApp atau BBM.


Tugas Tambahan:

Buatlah contoh kasus (diutamakan yang sudah berpengalaman pernah diputus oleh pengadilan) minimal dari lima asas Hukum Pidana yang tersirat dalam Bab I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).  

Contoh kasus tersebut dibuat pada kertas selembar (boleh diketik atau ditulis secara manual) dan dikumpulkan setiap ada perkuliahan.

Tidak diperkenankan contoh dari kelima asas tersebut dibuat oleh lebih dari satu mahasiswa. Atau dengan kata lain, setiap mahasiswa membuat contoh dari asas yang berbeda. Setiap ada kesamaan contoh, mahasiswa yang terakhir mengirimkan screenshot yang harus mengganti asasnya.

Seperti biasa, tidak ada kewajiban dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas ini.


Minggu, Oktober 09, 2016

Asas Retroaktif - by Lutfil Aziz

Asas legalitas di dalam Hukum Pidana atau Hukum Pidana Materiil diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP). Pada pasal tersebut, dinyatakan bahwa: “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada” (Terjemahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diperoleh dari Situs Resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia, dengan alamat: http://jdih.mahkamahagung.go.id/v2/beranda/database/4.-Hukum-Acara/Kitab-Undang-Undang-Hukum/, diakses pada tanggal 26 Mei 2015). Selanjutnya, pada Pasal 1 ayat (2) KUHP, diatur ketentuan mengenai asas retroaktif. Pada pasal tersebut, disebutkan bahwa bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya ((Terjemahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diperoleh dari Situs Resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia, dengan alamat: http://jdih.mahkamahagung.go.id/v2/beranda/database/4.-Hukum-Acara/Kitab-Undang-Undang-Hukum/, diakses pada tanggal 26 Mei 2015).


Asas yang pokok dalam hukum pidana Indonesia, adalah asas legalitas [Pasal 1 ayat (1) KUHP] dan asas retroaktif atau asas berlaku surut [Pasal 1 ayat (2) KUHP]. Pasal 1 ayat (1) KUHP mengatur tentang tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. Sedangkan Pasal 1 ayat (2) KUHP mengatur tentang jika sesudah perbuatan yang dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan maka dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa/terpidana (Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-VI/2008, hlm. 33).

Menurut Harun Alrasid, dengan merujuk pada ruh yang terkandung dalam Pasal 1 ayat (1) Wetboek van Straftrecht yang merupakan asas yang bersifat universal, tidak ada penafsiran lain kecuali bahwa asas non-retroaktif adalah sesuatu yang bersifat mutlak (Lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013/PUU-I/2003, hlm. 42). Menurut Andi Hamzah, prinsip non-retroaktif bukan hanya berlaku dalam hukum pidana materiil tetapi juga dalam hukum pidana formil. Asas non-retroaktif adalah berlaku universal, hanya pernah diterobos oleh PBB untuk kejahatan-kejahatan yang tergolong extra ordinary crimes, sementara korupsi, tidak tergolong ke dalam kejahatan demikian, karena korupsi itu banyak macamnya, mulai dari kecil sampai dengan yang besar sekali (Lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 069/PUU-II/2004, hlm. 68).




Lihat Asas-asas Lainnya:















Jumat, September 30, 2016

Asas Nasional Pasif dan Asas Universal by Debora Christanti dan Andre Irawan

Berdasarkan Pasal 4 KUHP, diatur tentang asas nasional pasif dan asas universal. Pada Pasal tersebut disebutkan bahwa “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
  1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108, dan 131;
  2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia;
  3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu; dan
  4. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.”


Lihat Asas-asas Lainnya:











Asas Nasional Aktif by Loni Agustin and Sepka Miko

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) KUHP, dinyatakan bahwa “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan: 1). salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. 2). salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.”

Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) KUHP, dinyatakan bahwa “Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.” Contoh kasus penerapan Pasal 5 KUHP dalam praktik peradilan di Indonesia, disajikan di bawah ini.


Ada dua kekeliruan nyata yang fatal dari Hakim yang berpendapat bahwa terhadap obyek perkara a quo dapat diberlakukan Hukum Pidana Indonesia, yaitu (Putusan Mahkamah Agung Nomor 87 PK/Pid/2013, hlm. 31-32):


  1. Menunjuk pada asas pemberlakuan hukum pidana Indonesia sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP, maka Hakim Praperadilan telah salah dalam menggunakan keterangan ahli, Ahli Prof. Dr. Edward Omar Syarif Hieriej, S.H., M.Hum" mengenai teori akibat/materiil, yaitu yang memberikan keterangan bahwa hukum Indonesia memiliki yurisdiksi atas dugaan tindak pidana yang terjadi di luar negeri (Hongkong atau Singapura), sepanjang menimbulkan akibat dampak kerugian bagi Warga Negara Indonesia atau perusahaan vang didirikan menurut hukum dan berkedudukan di Indonesia. Sedangkan faktanya pihak Pelapor/Termohon PK yang mengaku sebagai korban adalah Toh Keng Siong warga negara Singapura dan Apperchance perusahaan Hongkong bermodal/ber-asset HK$ 2 (dua dollar Hongkong) yang beralamat menumpang, dan tidak mempunyai aktifitas usaha dan tidak mempunyai karyawan.
  2. Pendapat Ahli tersebut di atas adalah sekitar mengenai doktrin/teori berlakunya hukum pidana Indonesia di luar batas wilayah hukum Indonesia akan tetapi penerapannya harus tetap dilandaskan ketentuan perundang- undangan pidana yang berlaku (hukum positif) asas nasional aktif (vide pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP). Tanpa ketentuan Pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP maka penuntutan dan peradilan terhadap perkara a quo batal demi hukum (van rechtwege nieteg).

Berdasarkan Pasal 6 KUHP, disebutkan bahwa “Berlakunya pasal 5 ayat (1) butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.”




Lihat Asas-asas Lainnya:









Asas Equality Before the LawSimilia Similibus Persamaan dalam Hukum – by Ryan Damas Jayantri and Raja Juraidah Jaya.

Kamis, September 29, 2016

Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali - Dalam Hal Ada Ketentuan Khusus dan Ada Ketentuan Umum, yang Dipergunakan adalah Ketentuan Khusus - by Muhammad Fadillah and Dina Rahmawati

Sering terjadi dalam sistem peraturan perundang-undangan, undang-undang yang datang (terbaru, pen), kemudian lebih mempunyai kekuatan menentukan daripada undang-undang sebelumnya. Kecuali jika undang-undang sebelumnya lebih tinggi kedudukan hukumnya seperti kedudukan Undang-Undang Dasar terhadap undang-undang. Jika demikian masalahnya, dapat dijadikan masalah legalitas daripada ketentuan yang lebih rendah terhadap ketentuan yang lebih tinggi. Juga ketentuan yang ditetapkan kemudian, sering dapat dianggap sebagai ketentuan khusus yang lebih kuat dari ketentuan yang bersifat umum sebelumnya. Ini dalam dalil hukum internasional, seringkali dikatakan lex specialis derogat legi generalis (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU-X/2012, hlm. 135).



Berdasarkan asas perundang-undangan yang berlaku, terdapat asas lex specialis derogat legi generali, yaitu segala sesuatu yang telah diatur secara khusus di dalam undang-undang mengalahkan hal yang bersifat umum yang diatur di dalam undang-undang (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-VI/2008, hlm. 3). Atau dengan kata lain, asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis berarti aturan yang khusus mengesampingkan aturan yang umum (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/SKLN-XI/2013, hlm. 20).

Berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, disebutkan bahwa “Kalau bagi sesuatu perbuatan yang dapat dipidana karena ketentuan pidana umum, ada ketentuan pidana khusus maka ketentuan pidana khusus itu sajalah yang digunakan. Dalam penjelasannya menyatakan dikatakan Lex Specialis Derogat Legi Generali. Yang artinya, undang-undang khusus meniadakan undang-undang umum. Undang-undang khusus ialah undang-undang yang berisikan undang-undang umum ditambah dengan sesuatu lagi yang lain (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VI/2008, hlm. 9).

Menurut pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 42/PUU-VI/2008, disebutkan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP berlaku asas lex specialis derogat legi generali, yaitu dalam hal ada ketentuan khusus dan ada ketentuan umum, yang dipergunakan adalah ketentuan khusus. Selain asas tersebut, dikenal juga asas lex posterior derogat legi priori, yang berarti hukum baru mengesampingkan hukum yang lama. Meskipun demikian, kedua asas tersebut berkaitan dengan penerapan hukum oleh instansi yang berwenang bukan masalah konstitusionalitas norma, sehingga seperti Mahkamah tidak berwenang menilainya (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VI/2008, hlm. 21).


Lihat Asas-asas Lainnya:








 Duwi Handoko