Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) KUHP, dinyatakan bahwa “Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.” Contoh kasus penerapan Pasal 5 KUHP dalam praktik peradilan di Indonesia, disajikan di bawah ini.
Ada dua kekeliruan nyata yang fatal dari Hakim yang berpendapat bahwa terhadap obyek perkara a quo dapat diberlakukan Hukum Pidana Indonesia, yaitu (Putusan Mahkamah Agung Nomor 87 PK/Pid/2013, hlm. 31-32):
- Menunjuk pada asas pemberlakuan hukum pidana Indonesia sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP, maka Hakim Praperadilan telah salah dalam menggunakan keterangan ahli, Ahli Prof. Dr. Edward Omar Syarif Hieriej, S.H., M.Hum" mengenai teori akibat/materiil, yaitu yang memberikan keterangan bahwa hukum Indonesia memiliki yurisdiksi atas dugaan tindak pidana yang terjadi di luar negeri (Hongkong atau Singapura), sepanjang menimbulkan akibat dampak kerugian bagi Warga Negara Indonesia atau perusahaan vang didirikan menurut hukum dan berkedudukan di Indonesia. Sedangkan faktanya pihak Pelapor/Termohon PK yang mengaku sebagai korban adalah Toh Keng Siong warga negara Singapura dan Apperchance perusahaan Hongkong bermodal/ber-asset HK$ 2 (dua dollar Hongkong) yang beralamat menumpang, dan tidak mempunyai aktifitas usaha dan tidak mempunyai karyawan.
- Pendapat Ahli tersebut di atas adalah sekitar mengenai doktrin/teori berlakunya hukum pidana Indonesia di luar batas wilayah hukum Indonesia akan tetapi penerapannya harus tetap dilandaskan ketentuan perundang- undangan pidana yang berlaku (hukum positif) asas nasional aktif (vide pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP). Tanpa ketentuan Pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP maka penuntutan dan peradilan terhadap perkara a quo batal demi hukum (van rechtwege nieteg).
Berdasarkan Pasal 6 KUHP, disebutkan bahwa “Berlakunya pasal 5 ayat (1) butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.”
Lihat
Asas-asas Lainnya: