Pengumuman

Ajukan Pertanyaan via WhatsApp: +62-813-1971-1721 Apabila Komentar Anda Belum Memperoleh Tanggapan | Miliki Sekarang Juga: Buku-buku Karangan Duwi Handoko | Don't Forget to Like, Comment, Share, and Subscribe to: Duwi Handoko Channel

Jumat, Oktober 21, 2016

Evaluasi Perdana Hukum Penitensier (Kuis)

Evaluasi Perdana Hukum Penitensier (Kuis) dalam arti seluas-luasnya adalah evaluasi pembelajaran yang salah satu tujuan akhirnya berupa mencari “pemenang” atau “sang jawara”. Oleh karena itu, diharapkan cermat dalam setiap mengisi jawaban dari pertanyaan yang diajukan.


Ruang lingkup evaluasi perdana ini adalah terkait dengan Sejarah, Ruang Lingkup, dan hal-hal lainnya yang terkait dengan Hukum Pidana yang secara keseluruhan meliputi soalan-soalan mengenai:

1.        Asas yang Mengatur tentang Hukum Pidana yang Berlaku di Belanda sama dengan Hukum Pidana yang Berlaku di Indonesia.
2.        Buku Ketiga KUHP.
3.        Hukum Pidana (dalam Bahasa Belanda).
4.        Hukum Pidana adalah Bagian dari Hukum .....
5.        Hukuman atau Penderitaan.
6.        Jouncto.
7.        Kitab Undang-Undang Hukum Pidana made in Belanda pada Mulanya sampai dengan Saat ini, Diberlakukan Secara Serentak di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Benar atau Salah!
8.        Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdiri dari Tiga Buku.
9.        Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
10.    Kitab Undang-Undang Hukum Siksa.
11.    Lembaga Pemasyarakatan.
12.    Nama Pulau di Indonesia.
13.    Nama Salah Satu Pulau di Indonesia yang Penduduknya Lebih Dahulu (Pertama Kali) Menerapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
14.    Negara Kesatuan Republik Indonesia.
15.    Perbuatan Pidana.
16.    Perbuatan yang Berkaitan dengan Kejahatan.
17.    Pidana.
18.    Pokok pikiran yang menjadi Pertimbangan dan Alasan Pembentukan Peraturan Perundang–undangan.
19.    Presiden Republik Indonesia yang Mengesahkan Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana made in Belanda di Indonesia.
20.    Pulau Dewata.
21.    Pulau Kalimantan.
22.    Republik Indonesia.
23.    Salah Satu Negara yang Menjajah Indonesia.
24.    Seorang Tersangka yang Dituntut, Diperiksa dan Diadili di Sidang Pengadilan.
25.    Seorang yang Dipidana berdasarkan Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
26.    Seorang yang Karena Perbuatannya atau Keadaannya, Berdasarkan Bukti Permulaan Patut Diduga sebagai Pelaku Tindak Pidana.
27.    Terpidana yang Menjalani Pidana Hilang Kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.
28.    Tindak Pidana.
29.    Wetboek van Strafrecht.

Selamat bekerja!


Tugas Tambahan:

Buatlah asas Hukum Pidana dalam bahasa asing dan disertai dengan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia (apabila diketahui, sertakan dasar hukum menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia).
Asas tersebut dijadikan display picture pada akun media sosial masing-masing dan di-screenshot. Screenshot dikirim ke akun media sosial dosen. Tidak diperkenankan satu asas dibuat oleh lebih dari satu mahasiswa. Atau dengan kata lain, setiap mahasiswa membuat asas yang berbeda. Setiap ada kesamaan asas, mahasiswa yang terakhir mengirimkan screenshot yang harus mengganti asasnya.
Seperti biasa, ingat Hak Asasi Manusia, tidak ada kewajiban untuk menyelesaikan tugas ini dan tugas-tugas lain yang diberikan.
 

Silahkan akses https://doehandclassroom.blogspot.co.id/2016/10/the-first-evaluation-of-penitensier-law.html sebagai jalur alternatif apabila laman ini tidak bisa menampilkan laman evaluasi perdana Hukum Penitensier. 


Senin, Oktober 17, 2016

Evaluasi 2 Hukum Pidana

Evaluasi 2 Hukum Pidana bertujuan untuk lebih menambah daya ingat mahasiswa terhadap istilah-istilah dan hal-hal lainnya yang terkait dalam lingkup Asas-asas Hukum Pidana yang tersirat di dalam Bab I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tujuan tersebut dikonsep sedemikian rupa dalam bentuk teka-teki silang hukum. Untuk lebih jelasnya, silahkan mengunjungi laman: https://doehandclassroom.blogspot.co.id/2016/10/second-evaluation-of-criminal-law.html.

Setiap mahasiswa yang telah menyelesaikan isian teka-teki silang tersebut, diharapkan melakukan screenshot yang selanjutnya screenshot tersebut dikirimkan ke akun media sosial dosen, seperti WhatsApp atau BBM.


Tugas Tambahan:

Buatlah contoh kasus (diutamakan yang sudah berpengalaman pernah diputus oleh pengadilan) minimal dari lima asas Hukum Pidana yang tersirat dalam Bab I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).  

Contoh kasus tersebut dibuat pada kertas selembar (boleh diketik atau ditulis secara manual) dan dikumpulkan setiap ada perkuliahan.

Tidak diperkenankan contoh dari kelima asas tersebut dibuat oleh lebih dari satu mahasiswa. Atau dengan kata lain, setiap mahasiswa membuat contoh dari asas yang berbeda. Setiap ada kesamaan contoh, mahasiswa yang terakhir mengirimkan screenshot yang harus mengganti asasnya.

Seperti biasa, tidak ada kewajiban dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas ini.


Jumat, Oktober 14, 2016

Asas Lex Dura Sed Tamen Scripta – Hukum Itu Kejam, Tapi Memang Demikianlah Bunyinya - by Yolla Fazira

"Lex Dura, Sed Tamen Scripta" yaitu hukum adalah keras, tetapi memang demikian bunyinya adalah pepatah klasik (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Agung Nomor 1777 K/PID.SUS/2013, hlm. 9).Lex Dura Fed Tamen Scripta” dapat juga diartikan bahwa undang-undang termasuk putusan pengadilan terkadang bisa salah, namun harus dianggap benar (Selengkapnya lihat: Putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor 01/Pdt./G./2010/PN. Bgl., hlm. 28).

Asas Lex Dura sed Tamen Scripta (undang-undang itu kejam, tapi memang demikianlah bunyinya)” merupakan salah satu pilar untuk menjamin terselenggaranya kepastian hukum (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Agung Nomor 104 K/Pdt.Sus/2012, hlm. 6). Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi apabila terlalu mengejar kepastian hukum, terlalu ketat dalam mentaati peraturan hukum akibatnya akan menjadi kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Undang-undang terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat: lex dura, secta mente scripta, yaitu undang-undang itu kejam, tetapi memang demikianlah bunyinya (Selengkapnya lihat Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor 155/PID.SUS/2013/PN.CMS, hlm. 63).

Betapapun kerasnya hukum itu ia tetaplah hukum yang harus dipatuhi. Itulah arti lain dari lex dura sed tamen scripta (Selengkapnya lihat: Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor 17/G/2015/PTUN-Smg., hlm. 157). Hukum harus dilaksanakan dan ditegakan. Bagaimanapun hukumnya itulah yang harus berlaku dan harus dilaksanakan serta tidak boleh menyimpang. Demikian menurut adagium "lex dura sed tamen scripta" (hukum adalah keras dan memang itulah bunyinya atau keadaannya, semua demi kepastian dalam penegakannya). Dengan cara demikian, maka ada kepastian hukum dan kepastian hukum itu akan menciptakan tertib masyarakat. Sehingga dengan menegakan hukum maka sama artinya dengan menegakan undang-undang (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Agung Nomor 1790 K/Pdt/2012, hlm. 33).

Selain hal tersebut di atas “lex dura secte mente scripta“ juga berarti hukum itu kaku dan telah tertulis. Oleh karena itu, semua orang tidak dapat mengubahnya. Sehingga dengan demikian sebagai pelaksana undang-undang termasuk hakim ataupun penegak hukum yang lainnya harus melaksanakan secara murni dan konsekuen (Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Agung Nomor 1069 K /Pid.Sus/2014, hlm. 11).



Lihat Asas-asas Lainnya:























Asas Vox Populi Vox Dei - by Triska Felly

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Pasal ini secara tidak langsung mengusung semangat demokrasi sesuai dengan adagium Vox Populi Vox Dei.

Vox Populi Vox Dei bermakna suara rakyat suara Tuhan atau dikehendaki oleh nurani rakyat. Dasar pemaknaan dari istilah Vox Populi Vox Dei tersebut didasarkan atas beberapa kutipan di bawah ini.

Sebuah makna demokrasi sering kali diartikan bagian dari prinsip-prinsip ketatanegaraan yang bersifat fundamental. Oleh karena itu, perlu pendekatan filosofis dan historis agar mendapat rumusan yang sejalan dengan nilai-nilai yang ideal (das sollen). Makna kedaulatan di tangan rakyat (daulat rakyat) memiliki arti yang filosofis bahwa negara diciptakan dan diselenggarakan atas legitimasi rakyat. Oleh karena itu prinsip kedaulatan rakyat tak terbantahkan dalam perkembangan negara hukum yang demokratis (Salus Populi Supreme Lex – Suara Rakyat adalah Hukum yang Tertinggi; Vox Populi Cox Dei - Suara Rakyat adalah Suara Tuhan). Selengkapnya lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-XII/2014, hlm. 3.

Hak konstitusional warga negara dalam menyalurkan aspirasinya perlu mendapat perlindungan dan kepastian hukum serta memahami bahwa vox populi vox dei suara rakyat adalah suara Tuhan, di mana Partai Politik sebagai sarana dan prasarana penyalur aspirasi rakyat mendapat tempat dan kedudukan sebagaimana mestinya (Selengkapnya lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-IX/2011, hlm. 9).

Sesungguhnya pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dijamin oleh konstitusi dengan maksud utama adalah melahirkan pemimpin yang benar-benar dikehendaki oleh nurani rakyat (vox populi, vox dei). Selengkapnya lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PHPU.D-XI/20013, hlm. 53.




Lihat Asas-asas Lainnya:





















Asas In Dubio Pro Reo - by Hendra Purnama Debi

Asas “tiada pidana tanpa kesalahan” adalah asas hukum pidana yang memerintahkan penegak hukum agar menggali fakta-fakta tentang terjadinya peristiwa pidana dan kemudian berdasarkan bukti-bukti yang cukup sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, penyidik menetapkan seseorang menjadi tersangka. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum memiliki kewajiban untuk membuktikan dakwaannya di muka persidangan bahwa benar terdakwa telah melakukan tindak pidana dan terhadap yang bersangkutan dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jika hakim merasakan keraguan atas kebenaran bukti-bukti mengenai dugaan terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan maka hakim harus memutuskan untuk kepentingan keuntungan terdakwa bukan untuk kepentingan negara cq. penuntut umum (asas in dubio pro reo) sebagaimana telah dicantumkan dalam Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Selengkapnya Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 56/PUU-IX/2011, hlm. 41-42).

Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam suasana keragu-raguan hakim, sangat relevan menghubungkannya dengan Doktrin Hukum Pidana yaitu asas "in dubio pro reo" yang maksudnya dalam keragu-raguan maka harus dipilih ketentuan atau penjelasan yang paling menguntungkan bagi terdakwa (Selengkapnya Lihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 87 PK/Pid/201387, hlm. 14).



Lihat Asas-asas Lainnya: