Pengumuman
Rabu, September 28, 2016

Asas Legalitas – by Putra Wahyu Pratana, Linda Lie, Raja Fatimah, Muhammad Fadillah, and Eko Satria Putra


Diposting oleh
Duwi Handoko (DoeHand)

Asas Litis Finiri Oportet – By Ali Sahbana Munthe

Suatu perkara (permasalahan hukum yang harus diselesaikan) dinyatakan berakhir
apabila tidak terdapat lagi “upaya hukum biasa” dan “upaya hukum luar biasa”.
Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor
45/PUU-XIII/2015, disebutkan bahwa: memang benar di dalam ilmu hukum terdapat
asas litis finiri oportet, yakni
setiap perkara harus ada akhirnya. Namun, menurut Mahkamah Konstitusi, hal itu
berkaitan dengan kepastian hukum, sedangkan untuk keadilan dalam perkara pidana
asas tersebut tidak secara rigid (kaku) dapat diterapkan karena hanya dengan
membolehkan peninjauan kembali satu kali, terlebih lagi manakala ditemukan
adanya keadaaan baru (novum). Hal itu justru bertentangan dengan asas keadilan yang
begitu dijunjung tinggi oleh kekuasaan kehakiman Indonesia untuk menegakkan
hukum dan keadilan (Lihat: Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945) serta sebagai konsekuensi dari asas negara
hukum.
Diposting oleh
Duwi Handoko (DoeHand)
Selasa, September 27, 2016

Asas Ne Bis in Idem – By Johan Elvianus Hondro and Selamata
Asas “Ne Bis in Idem” atau asas “Tiada Penuntutan untuk Kedua
Kalinya terhadap Subjek Hukum yang Telah Diputus Pengadilan dan Putusan tersebut
Telah Memiliki Kekuatan Hukum Tetap” dalam Hukum Pidana positif Indonesia
diatur dalam Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Menurut Pasal 76 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka
terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan
penuntutan dalam hal: 1. putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari
tuntutan hukum; 2. putusan berupa
pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang
untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.
Asas “The Presumption of Innocence” atau asas “Praduga Tak Bersalah”.
Diposting oleh
Duwi Handoko (DoeHand)

Asas The Presumption of Innocence – by Edison Hulu and Fauzan Gunovan


Menurut Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa: “Setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.”
Diposting oleh
Duwi Handoko (DoeHand)
Langganan:
Postingan (Atom)