Asas Teritorial atau Asas Wilayah – by Jumaidi Rahman and Apceria Pardosi
Berdasarkan Pasal 2 KUHP, disebutkan
bahwa “Ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
sesuatu tindak pidana di Indonesia.”
Penerapan
asas teritorialitiet sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 KUHP, dilakukan dengan memperhatikan tempat terjadinya
tindak pidana (Lihat: Putusan Pengadilan Negeri Magetan
Nomor 44/Pid.Sus/2015/PN.MGT (Pertambangan), hlm. 20).
Hukum pidana dalam ketentuan KUHP sejak tanggal 1 Januari 1918 adalahberlaku untuk setiap
orang (algemeen ius commune)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 KUHP (Lihat Pengadilan Negeri
Purwakarta Nomor 27/Pid B/2014/PN.PWK, hlm. 9). Kata setiap orang dalam KUHP
biasanya disebut dengan “barang siapa”. Dalam beberapa putusan, unsur pidana
berupa “barang siapa” biasanya dikaitkan dengan ketentuan Pasal 2 KUHP. Salah
satu contoh dari putusan tersebut diuraikan di bawah ini.
Unsur
barang siapa adalah setiap orang selaku subyek hukum, dalam pengertian
seseorang secara pribadi atau menunjuk pada suatu badan hukum tertentu yang
mampu bertanggungjawab menurut hukum. Sehingga oleh karenanya sebagai salah
satu unsur pembentuk delik, maka harus ditafsirkan bahwa unsur barang siapa di
sini adalah menunjuk pada orang atau badan hukum yang “mampu” mewujudkan
(melakukan) sebuah delik (perbuatan/tindak pidana). Selain itu, unsur ini juga
merupakan implementasi atas keberlakuan ketentuan Pasal 2 KUHP, sehingga artinya
adalah bahwa “barang siapa” sebagaimana didefinisikan di atas harus juga
diterjemahkan sebagai setiap orang pelaku delik yang dapat (boleh) dihukum
menurut hukum Indonesia (Lihat: Putusan Pengadilan Negeri Arga Makmur Nomor
214/Pid.B/2013/PN.AM, hlm. 13-14).
Berdasarkan Pasal 3 KUHP, disebutkan
bahwa “Ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah
Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara
Indonesia.”