Menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Keterangan
saksi merupakan salah satu alat bukti menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Pasal
184 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa: Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan
saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; dan e. keterangan terdakwa.
Menurut
ketentuan Pasal 183 KUHAP, ditegaskan bahwa: Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Diadili dengan satu saksi
saja, tidak ada alat bukti lain, maka orang yang bersangkutan akan bebas, unus testis, nulus testis satu saksi bukan saksi, kecuali diperkuat
dengan alat bukti lain (Selengkapnya Lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 069/PUU-II/2004, hlm. 22).
Menurut Pasal 185 ayat (1) KUHAP,
disebutkan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi
nyatakan di sidang
pengadilan. Berdasarkan penjelasan atas Pasal 185 ayat (1) KUHAP, disebutkan bahwa dalam
keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu.
Menurut Pasal 185 ayat (2) KUHAP, keterangan seorang saksi
saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang
didakwakan kepadanya.
Menurut Pasal 185 ayat (3) KUHAP,
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP tidak berlaku
apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
Menurut Pasal 185 ayat (4) KUHAP, keterangan
beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan
dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu
ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat
membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
Menurut Pasal 185 ayat (5) KUHAP, baik
pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
merupakan keterangan saksi.
Menurut Pasal 185 ayat (6) KUHAP, dalam
menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh
memperhatikan: a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b.
persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. alasan yang
mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; d. cara
hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat
mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
Menurut penjelasan atas Pasal
185 ayat (6) KUHAP,
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini ialah untuk mengingatkan hakim
agar memperhatikan keterangan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas,
jujur dan obyektif.
Menurut Pasal 185 ayat (7) KUHAP, keterangan
dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak
merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan
dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah
yang lain.
Lihat
Asas-asas Lainnya:
Asas Equality
Before the Law– Similia
Similibus – Persamaan dalam Hukum – by Ryan Damas Jayantri and Raja Juraidah Jaya.